Tiga Penjual Sapu
Tiga Penjual Sapu
Oleh : Iin Solihin
Musim gugur yang paling dinantikan oleh seluruh penduduk kerajaan Ayodia
telah tiba. Namun bagi Raja Aleida, musim gugur kali ini merupakan musim
yang menyedihkan. Betapa tidak, ia harus berpikir keras bagaimana caranya
membersihkan halaman istana yang sangat luas itu setiap hari.
Seminggu sebelum musim gugur tiba, Pak Andaru, kepala kebersihan istana,
pensiun karena sudah uzur dan sakit-sakitan. Celakanya, musim gugur kali ini
begitu dahsyat. Daun pada pepohonan di halaman istana berguguran. Saking
kencangnya angin bertiup, tidak hanya daun kering yang berguguran, daundaun hijau pun berjatuhan. Tentu saja keadaan ini membuat istana menjadi
kotor.
Melihat situasi seperti itu, Raja segera menitahkan Mahapatih Gazdera untuk
mencari tukang sapu di berbagai pelosok negeri. Raja membutuhkan 42 sapu
yang akan digunakan untuk membersihkan halaman istana oleh 21 pembersih
istana.
Sapu-sapu yang ada ternyata tidak lagi memadahi. Kalau pun ada, sapusapu tersebut umumnya sudah tua, atau tidak cocok lagi untuk menyapu sampah
yang kian menggunung. Akhirnya Mahapatih Gazdera berkeliling ke beberapa
tempat. Setelah dua minggu, barulah ia menemukan tiga penjual sapu.
Mereka ini penjual sapu terkenal di kerajaan Ayodia. Penjual sapu pertama
adalah seorang bapak tua. Ia tinggal di sebuah desa di tepi hutan. Tetapi ketika
ditanya oleh Mahapatih Gazdera berapa harga sapunya, dengan tidak
bersemangat ia mengangkat bahu.
“Sapu-sapu ini tidak dijual. Sudah ada yang pesan,” jawabnya sambil memberesi
barang dagangannya. “nanti sore akan diambil,”katanya lagi.
Namun, matahari semakin condong ke arah barat, tak seorang pun datang
menghampirinya. Sebenarnya ia telah berbohong. Ia tak yakin Mahapatih
Gazdera akan membeli sapu dalam jumlah banyak. Selama ini memang tidak
melayani eceran.
Mahapatih Gazdera berlalu. Ia menuju pedagang sapu ke dua, tak jauh dari
bapak tua tadi. Hatinya senang ketika pedagang sapu itu menyambutnya dengan
senyum.
“Sapunya masih ada, Pak?” tanya Patih Gazdera sambil tersenyum.
“Masih, Pak. Bapak perlu berapa?” tanyanya sambil memperlihatkan sapu-sapu
hasil karyanya. Sapu-sapu itu bagus dan beragam corak serta warnanya.
“Saya membutuhkan 42 sapu untuk membersihkan halaman istana,” ujar
Mahapatih.
Pedagang sapu itu tersentak kaget.” Bapak dari istana?”
Ia mengiyakan. “Saya Patih Gazdera. Raja menitahkan saya untuk mencari
sapu.”
Lama pedagang sapu itu berpikir. Kemudian ia berkata.
“Tetapi, maaf beribu maaf Mahapatih, sapu-sapu ini sudah ada yang pesan.
Mungkin besok atau lusa Mahapatih bisa datang ke sini. Saya akan siapkan
sapu-sapu sesuai pesanan istana,” katanya sambil berharap Mahapatih Gazdera
tidak marah.
Ia tak yakin istana akan membayarnya. Manurut dia, Raja bisa saja mengambil
sapu sesuka hati, dan ia tidak mendapat bayaran sepeserpun. Sapu-sapu itu
dibuatnya dengan susah payah, ia tak rela jika seseorang mengambilnya,
termasuk raja sekalipun.
Sambil tersenyum Mahapatih Gazdera berkata, “Tidak apa-apa Pak, kalau
sudah ada yang pesan. Saya akan cari ke tempat lain saja. Mudah-mudahan
dapat.”
Bersorak gembira hati sang pedagang sapu itu.
“Akhirnya sapu-sapu saya selamat dari rampasan istana,” gumamnya.
Ia sempat khawatir. Mahapatih Gazdera memaksa meminta sapu-sapunya.
Malam telah tiba. Tetapi Mahapatih Gazdera tidak putus asa. Persis di
seberang pedagang sapu kedua, ia melihat ada seorang bapak renta ditemani
anak laki-lakinya berjualan sapu. Dengan berheran-heran ia hampiri pedagang
sapu tersebut.
“Silakan masuk, Pak.” kata anak laki-laki itu sambil menyorongkan sebuah
kursi kayu. “Bapak mencari sapu?”
“Ya, saya mencari sapu. Saya membutuhkan 42 sapu.” “Wah, banyak sekali,
sahutnya tak yakin. “Buat apa sapu sebanyak itu, Pak?” tanyanya polos.
“Maaf saya tidak bisa menjawabnya sekarang. Hari sudah malam, saya harus
segera pulang. Jika Bapak tidak keberatan, boleh saya bawa sapu-sapu ini ke
tempat saya? Saya janji, pasti dibayar,” katanya berharap.
Dari pengalaman sebelumnya, ia tak ingin menyebutkan identitas.
Tanpa berpikir panjang lagi, Bapak renta itu mengiyakan. “Silakan Bapak ambil
dulu jika memang tidak membawa uang. Dibayar kemudian pun tidak apa-apa,”
ujarnya tulus.
Kemudian, “Tapi bagaimana caranya mambawa sapu sebanyak ini?” katanya
kebingungan.
Tiba-tiba anaknya menyahut, “Saya bisa membantu, Pak!”
Setelah sapu-sapu selesai dirapikan, Mahapatih Gazdera pulang. Sambil
berjalan menyusuri jalan perkampungan, Mahapatih tak henti-hentinya berdecak
kagum kepada anak laki-laki itu. Meskipun masih kecil, tenaganya luar biasa.
Seraya memikul sapu, anak itu tak henti-hentinya bersiul dan bernyanyi riang.
Padahal hari semakin malam.
Bahasa Indonesia SD/MI Kelas 5 21
“Nak, kamu tidak capai? Kalau capek, kita istirahat dulu,” tawarnya.
“Tidak, Pak. Kalau diselang istirahat, saya suka ketiduran. Lebih baik jalan terus,”
jelasnya.
“Baiklah kalau begitu. Tak lama lagi juga sampai.”
Tak lama kemudian sampai di pintu masuk istana. Karena perjalanan pada
malam hari, anak laki-laki itu baru menyadari di mana kini dia berada. Belum
hilang rasa kagetnya, ia segera diajak masuk oleh Mahapatih Gazdera.
Bukan main senangnya Raja ketika Mahapatih Gazdera mendapat sapu
sesuai dengan keinginannya. Sapu-sapu itu sangat bagus, kuat, dan warnawarni pula.
Raja Aleida pun menitahkan Mahapatih Gazdera agar bapak renta dan anak
laki-lakinya itu dibawa ke istana untuk menjadi kepala kebersihan istana,
sekaligus pembuat sapu di lingkungan kerajaan.
Sumber: Kompas,
Minggu, 1 Juli 2007